YYaqazah atau pengalaman berjumpa dengan Rasulullah SAW secara jaga (bukan mimpi), berkomunikasi, berdialog dan mendapat panduan dari Baginda SAW bukan hanya dialami oleh Abuya Ashaari dan sekarang isteri beliau Ummu Hatijah Aam, tapi banyak dialami oleh ulama-ulama besar bahkan orang-orang awam. Bahkan di zaman modern ini ada pengalaman beberapa orang awam yang mengaku berjumpa dan mendapat panduan dari Rasulullah SAW yang dapat kita lihat di situs youtube.
Dalam buku Tsunami Membuktikan Abuya Putra Bani Tamim (Satria Piningit) Abuya Ashaari mengaku bahwa beiau senantiasa didatangi atau berjumpa dengan Rasulullah secara ruh. Pada halaman 60 buku itu tertulis :
"Dan selain dari itu, saya selalu didatangi oleh Rasulullah SAW secara roh. Bila ditanya benarkah saya orangnya? Dan setiap kali itulah Baginda menjawab: Ya, Tuanlah Putra Bani Tamim. Tuan dirindui dan ditunggu sejak saya belum wafat lagi. Yakni sejak Tuan belum lahir ke dunia lagi. Bila Allah lahirkan, setiap saat saya bersama Tuan, mendoakan dan menolong sehingga perjuangan sudah sampai ke sini!”
Benarkan pengakuan Abuya Ashaari ini? Bagaimana ia dapat terjadi sebab semua umat Islam tahu bahwa Rasulullah SAW sudah wafat lebih 1400 tahun yang lalu? Tentu saja kejadian ini tidak masuk ke dalam akal manusia ‘modern’ yang sudah dirusak oleh sistem pendidikan sekuler yang tidak mempercayai dan meyakini benda-benda ghaib. Padahal Allah Maha berkuasa untuk menjadikan semuanya termasuklah mempertemukan orang yang masih hidup dengan orang yang sudah wafat, mempertemukan Abuya Ashaari dengan Rasulullah SAW, berkomunikasi, berdialog dan mendapat panduan dari Rasulullah SAW. Hal ini tidak berarti bahwa wahyu belum habis dan Al Qur’an belum sempurna dan juga tidak berarti hadis nabi masih dapat dikeluarkan.
1. Penjelasan tentang masih hidupnya para Rasul, Nabi, Wali, Syuhada dan Solihin sesudah fisik mereka wafat
Walaupun Rasulullah SAW sudah wafat 1400 tahun yang lalu, tetapi sebenarnya beliau masih ‘hidup’.
Dalam Al Qur’an Allah berfirman :
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. Al Baqarah 154
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki. Al Imron 169
Melalui ayat ini Allah memberitahu bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah adalah hidup. Banyak hadis yang mengatakan hal yang sama. Dalam Kitab Zarqoni, yaitu Syarah kitab Mawahibul Ladunniyah juz 5 halaman 332, disebutkan sebuah hadis yang maksudnya:
Para Nabi hidup di dalam kubur mereka, senantiasa dalam keadaan bersholat. Riwayat Baihaqi
Kitab Sahih Muslim menyebut pula begini :
“Sahabat Zubir mengatakan bahwa Rasulullah SAW sesudah menziarahi kubur bersama sahabat-sahabat baginda, telah mengajarkan para sahabat itu dengan ayat yang bermaksud : ‘Salam atasmu hai penduduk kampung mukminin dan muslimin dan kita insya Allah akan mengikuti kamu. Kami memohon afiat untuk kami dan untuk kamu”. Hadis Riwayat Muslim
Melalui hadis ini fahamlah kita bahwa Rasulullah SAW pernah berkata-kata dengan ahli kubur. Apakah Rasulullah SAW berkata-kata dengan jasad yang sudah hancur? Siapakah ahli kubur yang masih hidup itu? Mereka ialah para nabi, syuhada, auliya, ulama yang takutkan Allah dan orang soleh.
Saidina Jaafar dalam kitab Barjanzi menuliskan bahwa :
1. Adalah rohaniah Siti Maryam dan rohaniah Asiah hadir pada malam Nabi Muhammad SAW dilahirkan. Mereka hidup ratusan tahun sebelum kelahiran Rasulullah SAW, sudah tentu yang hadir adalah ruh mereka yang terus hidup dan bertugas walau jasad mereka sudah wafat.
2. Pada malam rasulullah SAW dimikrajkan beliau telah bertemu dengan NABI Musa a.s. Dalam hadis riwayat Imam Ahmad, Muslim dan Nasa’I dikatakan : “Pada malam israk aku melalui Nabi Musa a.s. di Katib Ahmar, beliau berdiri sholat di kuburannya.” Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an :
Terjemahan : kamu janganlah ragu-ragu tentang bertemu dengannya (Nabi Musa) pada malam Mikraj. As Sajdah 23.
Menurut Tafsir Tobari juz 26 halaman 112, dalam menafsirkan ayat ini, menurut Qatadah : Janganlah kamu dalam keraguan bertemu dengannya pada malam engkau dibawa israk itu (berjumpa Nabi Musa a.s yang telah wafat). Nabi Musa menangis. Hal ini terdapat dalam Sahih Bukhari yang berbunyi :
Aku bertemu dengan Nabi Musa di langit ke-6, apabila aku melaluinya, beliau menangis. Aku bertanya kepadanya : Mengapa sebabnya engkau menangis? Beliau menjawab, Karena seorang muda lelaki yang diutus selepasku (Nabi Muhammad SAW) umatnya lebih banyak masuk ke syurga dari umatku sendiri (Bani Israel).
Dalam Kitab Al Azkar oleh Imam Al Hafidz Syeikhul Islam Mahyuddin Abi Zakaria Yahya bin Syarfu An Nawawi Addimasygi As Syafei menyebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Kitab Tarmizi. Dari Abu Mas’ud r.a.
Rasulullah SAW bersabda : “Aku bertemu dengan Nabi Ibrahim a.s. di malam aku di israk mikrajkan. Ia berkata, “wahai Muhammad, sampaikan salamku kepada umatmu dan khabarkan kepada mereka bahwa syurga itu tanahnya subur di mana air yang suci dan bersih dan sesungguhnya syurga itu lapang dan hasil tanamannya ialah subhanallah, wal hamdulillah, wa la ila ha ilallah, wallahu akbar. Berkata Tarmizi, hadis ini adalah hasan.
Dalam kitab-kitab yang memuat kisah Israk Mikraj Rasulullah SAW, telah masyhur khabar yang mengatakan beliau SAW telah bertemu dengan semua nabi-nabi, mengerjakan sholat bersama-sama mereka bahkan bertanya kepada mereka. Nabi Musa menyuruh Rasulullah SAW memohon kepada Allah untuk mengurangkan jumlah waktu sholat dari 50 kali sehari semalam kepada 5 kali sehari semalam. Karena para Rasul dan Nabi hidup dalam kubur mereka, maka kemungkinan untuk bertemu dan belajar dengan mereka adalah lojik dan dapat diterima.
Imam Abusy Syaif dalam kitabnya Ghautsul Ibad menulis sebuah hadis yang bermaksud :
“sesungguhnya sebahagian sahabat nabi telah mendirikan sebuah bangunan (khemah) di atas sebuah kuburan yang tidak diduga bahwa itu kuburan manusia, tiba-tiba tanah itu merupakan kuburan manusia yang ketika itu sedang membaca surat Al Mulk. Lantas sahabat itu memberitahukan kejadian itu kepada Nabi SAW, maka berkata Nabi SAW, “Dialah surah yang dapat menghindarkan dan menyelamatkan dari siksa kubur”
Dalam kitab Sharsuh Sudur oleh Imam As Sayuti, pada halaman 206 ada menuliskan begini :
‘Imam Syafei bercerita waktu beliau di Mekkah terdapat mayat seorang pemuda di pintu Makkah. Mayat itu tersenyum dan berkata : “wahai Abu Said, bahwa para kekasih Allah itu hidup walaupun mereka mati dan mereka berpindah dari satu negeri ke satu negeri”
Dalam kitab yang sama, Imam As sayuti menulis lagi :
Syeikh Ali Abi Arruzabari bercerita dia masuk ke dalam lahad seorang fakir (orang yang selama hidupnya penuh ibadah kepada Allah), maka ketika kafan bagian kepala dibuka, kemudian diletakkan ke tanah, tiba-tiba mata si fakir terbuka dan berkata, “Wahai Aba Ali, jangan engkau hinakan aku di hadapan Yang Menghinakan aku.” Maka aku bertanya, “wahai tuan, adakah hidup selepas mati?”. “Ya, saya hidup dan setiap kekasih Allah adalah hidup. Sesungguhnya aku akan menolong engkau dengan kedudukan aku kelak.”
Itulah diantara dalili-dalil yang dinyatakan oleh Imam-Imam muktabar tentang masih hidupnya para rasul, nabi, wali, syuhada dan solihin sesudah fisik mereka mati. Untuk mendapatkan hadis-hadis lain yang mutawattir, sahih, masyhur lagi hasan tentang hal ini, saya anjurkan merujuk kepada kitab Ambahul Adzkiya fi hayatil anbiya’ oleh Imam Al Hafiz Jalaludin Abdur Rahman As Sayuti.
Baiklah sekarang kita mengetahu bahwa para kekasih Allah itu masih hidup, tapi apakah mereka dapat dijumpai dan diminta tolong?
2. Penjelasan Yaqazah wa Musyafahah
Ketahuilah bahwa pertemuan-pertemuan itu bukanlah dalam mimpi tetapi secara “Yaqazah wa Musyafahah” (jaga dan berbincang). Dalam kitab yang sama juga disebutkan:
“Syeikh Jalaluddin As Sayuti pernah membuat pengakuan bahwa dia berjumpa secara “yaqazah wa musyafahah” sebanyak 75 kali dengan Rasulullah SAW. Kemudian Syeikh Abu Hasan As Syazali dan muridnya Abil Abbas Al Mursyi dan selain keduanya, pernah membuat pengakuan begini : ‘Jikalau terlindunglah kami dari melihat Rasulullah SAW dengan sekelip mata saja bukanlah kami dianggap dari orang Islam.’ Pertemuan secara jaga ini berlaku selepas wafatnya Rasulullah SAW memandangkan Syeikh Abu Hasan tidak hidup sezaman dengan Rasulullah SAW.”
Dari kutipan di atas jelaslah bahwa Syeikh Abu Hasan As Syazali dan muridnya Abil Abbas Al Mursyi senantiasa berjumpa, berkomunikasi dan mendapat panduan dari Rasulullah SAW.
Mari kita lihat, apa hadis kata tentang yaqazah.
HADIS PERTAMA
Diriwayatkan oleh Saidina Anas (r.a), iaitu :
حَدِيثُ أنس رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ بِي
Diriwayatkan daripada Anas r.a katanya: Rasulullah s.a.w pernah bersabda: "Barangsiapa yang pernah melihat aku dalam mimpinya, bererti dia benar-benar melihatku. Sesungguhnya syaitan tidak boleh menjelma dengan rupaku". { { Jami'e As-Soghir Imam Suyuthi : 8688 , Musnad Imam Ahmad : 3 / 269 , Sahih Al-Bukhari : 12 / 6994 , Sunan At-Tirmidzie : 4 / 2276 ) –HADIS HASSAN SAHIH.
HADIS KEDUA :
حَدِيثُ أَبِي قَتَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ رَآنِي فَقَدْ رَأَى الْحَقَّ
Diriwayatkan daripada Abu Qatadah r.a katanya: Rasulullah s.a.w pernah bersabda: Sesiapa yang pernah melihat aku dalam mimpinya maka dia benar-benar melihat sesuatu yang benar { { Jami'e As-Soghir Imam Suyuthi : 8689, Sahih Al-Bukhari : 12 / 6996 , Musnad Ahmad 5 / 306 , Sahih Muslim 4 / 2267 }.
HADIS KETIGA :
Diriwayatkan oleh Saidina Abu Hurairah ialah dengan mempunyai tambahan kalimah : " FIL YAQODZAH " ...artinya : " Di dalam keadaaan sedar ". Dan hadisnya secara teks aslinya adalah sebagai berikut :
حَدِيثُ أبي هريرة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَسيرَانِي في اليقظة , و لَا يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانَ بِي
Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah s.a.w pernah bersabda: " Barangsiapa yang pernah melihat aku dalam mimpinya, bererti dia akan dapat melihatku di dalam keadaan sadar (jaga). Sesungguhnya tidak boleh syaitan menjelma dengan rupaku ". { Jami'e As-Soghir Imam Suyuthi : 8690 , Sahih Al-Bukhari : 12 / 6993 , Sahih Muslim : 4 / 2266 . Sunan Abu Dawud : 4 / 5023 }. – HADIS SAHIH .
Para ulama sufi telah mentafsirkan hadis ini dengan menyatakan bahwa barang siapa yang bermimpi berjumpa dengan Rasulullah SAW maka ia akan berjumpa Rasulullah SAW di dunia. Diantara mereka yang pernah berjumpa Rasulullah SAW semasa di dunia ini ialah Syeikh Jalaluddin As Sayuti, Syeikh Abu Hasan As Syazali, Syeikh Abil Abbas Al Mursyi, Sayyidi Ibrahim Al Matbuli, Syeikh Al Barrowi, Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani, Syeikh Muhammad bin Abdullah As Suhaimi, Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhamamd At Tamimi.
Selain itu banyak ulama-ulama yang warak menceritakan pengalaman-pengalaman mereka berjumpa dengan Rasulullah SAW. Dalam kitab Al Qaulul Jamilu Fi Bayani Sawais Sabil oleh Syeikh Waliyullah Addahlawi bin Abdul Rahim halaman 118-119, dituliskan begini :
“Bapak saya (penulis) As Syeikh Abdul Rahim juga dari segi kerohaniannya pernah berhadapan dan berguru terus kepada Rasulullah SAW melalui jalan rohani. Hal ini berlaku pada suatu masa bapak saya pernah bertemu dengan Rasulullah SAW dalam mimpi gembira (mimpi mubasyarah) di mana dalam mimpi itu Rasulullah SAW telah menerima bai’ahnya dan telah mengajar beliau cara-cara berzikir kalimah nafi dan isbat”
Dalam Kitab Al Qashaisul Kubra, Imam As Sayuti dalam Syarah Muslim oleh Imam Nawawi menulis begini :
”Jikalau seseorang berjumpa Nabi SAW (dalam mimpi atau jaga), Rasulullah SAW menyuruh akan suatu perbuatan (sunat) melarang satu larangan, menegah atau menunjukkan suatu yang baik, maka tiada khilaf ulama bahwa adalah sunnat hukumnya mengamalkan perintah itu”
Dari pada kitab Al Mizan oleh Al Ariful Syomadi Wal Qutuburr Rabbani Sayyid Abdul Wahab As Sya’rani dalam juz pertama halaman 38-39 dituliskan :
Hukum-hukum yang mereka (imam yang empat) keluarkan adalah bersumberkan Al Qur’an, sunnah Nabi, perkataan sahabat, imam mujtahid dan kasyaf. Kasyaf itu ialah secara bertemu langsung dengan ruh Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai rasulullah, adakah ini (Qur’an dan hadis} dari engkau atau tidak?”
Dalam Kitab Kasyful Al Khifa oleh Syeikh Ismail Al Ajaluni dalam mukaddimahnya Jilid 1 halaman 9, beliau memetik pendapat Ibnu Arabi, katanya : “Boleh jadi hadis itu sahih dari jalan rawi-rawi, tetapi diketahui oleh orang yang dibukakan tirai (jumpa Nabi SAW) hadis tersebut tidak sahih. Karena ia telah bertanya kepada Rasulullah SAW, maka ia tahu palsunya dan tidak beramal dengan hadis itu, walaupun ahlul naqli beramal dengannya karena jalan rawinya sah”.
Menurut Kitab Afdalul Salawat yang dipetik dari Kitab al Ibriz, Syeikh Ahmad Zawawi pernah berjumpa dengan Rasulullah SAW dalam keadaan jaga dan bertanya beberapa masalah. Nabi SAW menjawab masalah tersebut dengan betul sesuai yang disebutkan ulama ulama.
Dalam kitab Syarah as Salawat karangan Syeikh Abdul Ghani an Nibilsi, adalah guru aku Syeikh Abdul Kadir Jailani diantara ucapannya adalah :
Kami dikaruniakan dengan dapat melihat Nabi SAW yaitu melihatnya dengan mata kepala dalam jaga (bukan mimpi) semasa hidup di dunia ini.
Dalam sebuah risalah karangan Syeikh Jalaluddin as Sayuti berjudul Inaratul halik disebutkan :
“Sesungguhnya aku telah bersama-sama dengan Syeikh Mahmud Al Kurdi di Madinatul Munawwarah, semasa melaluinya dalam bulan Ramadhan tahun 1105 H. Aku (Imam Suyuti) duduk bersamanya di pintu maqam Rasulullah SAW di samping penjaga pintunya. Beliau telah menceritakan kepada aku bahwa beliau telah melihat Nabi SAW dalam jaga (bukan mimpi) serta bercakap dengannya ketika dia datang ke ruang maqam” Aku (Imam Sayuti) meyakini hal tersebut serta membenarkannya, karena beliau adalah seorang ulama yang benar (tidak berbohong).
Dari kitab Syarah Humaziah al Madih an Nabawi oleh Ibnu Hajar al Haitami, menyebut sebuah hadis Muslim :
“Sesiapa yang bermimpi melihat aku, dia akan melihat aku pula dalam jaga”
Beliau meriwayatkan dari Ibnu Abi Jumrah dan Al Barizi dan Yafi’I da lainnya dari suatu kumpulan Tabi’in dan ulama selepas mereka, yang mana sesungguhnya mereka telah pernah melihat Nabi SAW dalam mimpi mereka. Setelah itu mereka melihat Nabi SAW dalam jaga (yaqazah). Mereka yang berjumpa dengan Nabi SAW itu pula bertanya kepada Nabi SAW mengenai perkara ghaib. Rasulullah menjelaskan kepada tabi’in seperti yang sudah dijelaskan oleh hadis.
Menurut Ibnu Abi Al Jumrah, hal tersebut (jumpa Nabi SAW secara jaga) ialah termasuk ke dalam mukjizat Rasulullah SAW dan keramat para wali Allah. Para wali mendapat anugerah itu karena kesungguhan mereka dalam mengikuti Rasulullah SAW.
Dalam menafsirkan hadis ini, Syeikh An Nabhani dalam kitabnya Sa’adah ad Daraini halaman 461 berkata : ‘Hadis ini memberi khabar gembira kepada umatnya yang telah berpeluang bermimpi Rasulullah SAW yang pasti akan melihatnya pula dalam keadaan jaga walaupun hampir akan meninggal dunia, Insya Allah. Bahwa mayoritas orang-orang soleh dari salaf dan khalaf, mereka pernah bertemu Rasulullah SAW dalam keadaan jaga. Mereka bertanya sesuatu maka Rasulullah SAW menjawab, ternyata apa yang dijawab seperti yang pernah disabdakan, sama saja.
Dalam Kitab Al Munqizu minal Dzalal oleh Imam Ghazali menegaskan : bahwasanya orang-orang Irbabul Qulub (orang ‘Arifin Billah yang kasyaf) mereka dalam keadaan sedar, kadangkala mereka melihat para Malaikat, ruh para anbia, mereka boleh mendengar suara-suara mereka, serta dapat mengambil dari mereka perkara-perkara yang berfaedah. Rasulullah SAW hidup dalam kuburnya tetapi tidak mungkin dapat dilihat semasa dalam keadaan jaga kecuali oleh para wali Allah yang pernah bermimpi jumpa Nabi sebelumnya.
Rasulullah SAW tidak mustahil dapat dilihat oleh seseorang yang mendapat keramat (wali Allah), yaitu dengan dibukanya tirai di antaranya dengan Rasulullah SAW sedangkan orang lain tidak melihatnya. Tidak hanya melihat Rasulullah SAW bahkan mereka dapat berbincang-bincang dan bertanya kepada Rasulullah SAW.
Dalam Kitab karangan Imam As Suyuthi, Al Hawi lil Fatawa Jilid 2 halaman 446, dituliskan : “Diceritakan oleh sebahagian para wali Allah yang bersama dalam suatu majelis ilmu ulama fikih. Guru fikih tersebut menceritakan sebuah hadis. Wali itu menegur guru fikih tersebut, karena hadis yang beliau baca itu sebenarnya bukan sebuah hadis. Guru fikih itu bertanya, dari mana kamu mengetahui bahwa ia bukan hadis? Wali itupun menjawab, Ini Rasulullah SAW yang berdiri di hadapan kamu. Rasulullah SAW (yang tidak dapat diserupai oleh setan) berkata : Aku tidak pernah berkata hadis semacam itu. Maka dikasyafkan (dibuka tirai hijab) kepada guru fikih itu, maka beliau dapat melihat Rasulullah SAW dalam keadaan jaga.
Syeikh Sirajuddin bin Al Mulqan (wafat 804H/ 1401M) dalam kitabnya Thabaqatul Awliya’ menyebutkan: “Syeikh Abdul Qadir al Jailani berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW sebelum Zuhur, beliau berkata kepadaku, “wahai anakku, mengapa engkau tidak segera berceramah?” Aku menjawab, “wahai abatah (ayah), aku adalah seorang ‘ajam (bukan Arab). Bagaimana aku akan berbicara dengan orang-orang Baghdad yang fasih-fasih.” Lalu beliau berkata, “bukalah mulutmu.” Kemudian aku membuka mulutku lalu beliau meludahiku tujuh kali. Kemudian beliau bersabda, “berbicaralah kepada manusia dan ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mauizah (pesan-pesan) yang baik.” Kemudian aku menunaikan sholat zuhur dan duduk, tiba-tiba berduyun-duyun orang yang banyak mendatangiku, dan aku melihat Sayidina Ali berdiri di depanku dalam majlis itu. Kemudian Sayidina Ali berkata kepadaku, “wahai anakku, mengapa engkau tidak segera berbicara?” Aku menjawab, “Wahai Abatah (ayah), mereka berduyun-duyun datang kepadaku.” Kemudian dia berkata, “Bukalah mulutmu.” Kemudian aku membuka mulutku, lalu di ameludahiku sebanyak enam kali, lalu aku bertanya, “Mengapa tidak engkau sempurnakan menjadi tujuh kali?” Beliau menjawab, “adab kepada Rasulullah.” Selanjutnya beliau lenyap dari pandanganku. Kemudian aku berkata, “menyelam dalam pemikiran, kemudian menyelam dalam lautan hati mencari mutiara-mutiara kaum ‘arifin. Kemudian dikeluarkan ke pinggir shard (hati), kemudian mengundang agen penerjemah lisan, dibelinya hal itu dengan nafais isman (nafas-nafas berharga), yakni baiknya ketaatan di balik-balik yang Allah izinkan untuk di daki.”
Dalam kitabnya Al Mizan, Imam Sya’rani menegaskan adalah pasti para mujtahidin mereka semua seperti Imam Malik, Imam As Syafei, mereka dikatakan pernah melihat zat Nabi SAW secara jaga dan mereka mengajukan pertanyaaan kepada Nabi SAW.
Di antara ulama-ulama besar lainnya yang pernah berjumpa Rasulullah SAW dalam keadaan jaga dan berbincang dengan Rasulullah SAW adalah : Syeikh Ibrahim Dasuki, Syeikh Jalaluddin As Sayuti, Syeikh Al Zawawi, Syeikh Al Mursi, Syeikh Abi Madian, Syeikh Abi Su’ud, Syeikh As Sazali, Syeikh Abdurrahim Qunawi, Syeikh Abdul Kadir Jailani dan lain-lain. Dalam Kitab Tabaqatul Aulia disebutkan banyak lagi wali-wali Allah yang pernah berjumpa dalam keadaan jaga dan berbincang bincang dengan Rasulullah SAW. Untuk mendapat informasi lebih luas tentang yaqazah dan orang-orang yang pernah mengalaminya, dapat kita lihat diantaranya di situs http://aboutmiracle.wordpress.com/2011/10/21/yaqazah-teknologi-roh-para-kekasih-allah/
Dalam kitab Kasyful Al Khifa oleh Syeikh Ismail Al Ajaluni, Jilid 1 halaman 9, disebutkan : Boleh jadi sebuah hadis itu tidak diamalkan oleh karena sanadnya lemah yaitu memandangkan kedudukan perawinya. Maka hadis yang dianggap lemah tadi pada masa yang sama menjadi shahih, karena bagi orang yang kasyaf mendapat tahu dari rohnya pada ketika bertemunya dengan Rasulullah SAW dalam keadaan jaga.
3. Yakin dengan Yaqazah tapi benarkah Abuya Ashaari dan Ibu Hatijah Aam beryaqazah dengan Rasulullah SAW?
Sejarah Islam telah menunjukkan adanya 2 aliran besar ulama Islam dalam hal yaqazah ini. Ada yang menerima dan ada yang menolak. Kami bukan hanya menerima tetapi sangat meyakini berlakunya, bahkan mendapat panduan-panduan dalam menjalankan dakwah dan perjuangan Islam. Sedihnya kelompok yang menolak ini sampai menuduh orang yang beryaqazah itu aqidahnya rusak atau sesat dan menyesatkan.
Salah satu sejarah pahit ini dialami oleh Sy Ahmad bin Muhammad At Tijani pengasas Tarekat Tijaniah yang mengaku berjumpa dengan Rasulullah SAW dalam keadaan jaga dan menerima amalan wirid dari Baginda SAW. Pernyataan beliau ini mendapat reaksi keras dari Syeikh Muhamamd Khudar yang ketika itu menjabat Kadi di Syinjati. Dalam buku nya yang berjudul “Musytahi al-Kharif” Syeikh Khudar memberi tuduhan yang begitu keji kepada Sy Ahmad bin Muhammad At Tijani dengan tuduhan bahwa beliau telah kufur, beliau pendakwa nabi, pembawa ajaran baru, zindiq dan penyebar bid’ah.
Untuk menolak tuduhan kepada gurunya Sy Ahmad bin Muhammad At Tijani, salah seorang murid dan pengamal tarekat Tijaniah yaitu Syeikh Husain Hasan Toma’i menulis sebuah kitab yang dinamakan, ‘Masalah Berjumpa Rasulullah SAW Ketika Jaga’. Beliau telah menyiapkan buku tersebut dengan membuat rujukan lebih 33 buah kitab muktabar. Sebagian hujjah-hujjah dalam tulisan ini dikutip dari buku beliau. Bila penulis SMS yang menuduh aqidah Global Ikhwan rusak memerlukan buku ini, kami dapat mengirimkannya.
Kami penulis dan pengikut Global Ikhwan sangat meyakini berlakunya yaqazah Abuya Ashaari Muhammad dan Ibu Hatijah Aam dengan Rasulullah SAW. Keyakinan kami ini tentu disertai dengan alasan-alasan yang akan dijelaskan di bawah ini.
Kalau ada orang yang mengatakan menerima konsep yaqazah tetapi menolak berlakunya yaqazah pada Abuya Ashaari Muhammad dan Ibu hatijah Aam atau dengan kata lain meragukan kredibiltas Abuya Ashaari Muhammad dan Ibu hatijah Aam untuk dapat anugerah Allah beryaqazah dengan Rasulullah SAW, tentu itu adalah pandangan pribadi yang sepatutnya disertai dengan alasan-alasan yang kuat. Walau bagaimanapun kami sangat menghormati pandangan itu. Tetapi hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk mengatakan bahwa akidah orang yang mempercayai atau meyakini berlakunya yaqazah Abuya Ashaari Muhammad dan Ibu Hatijah Aam dengan Rasulullah SAW, adalah rusak atau sesat.
Hasil kajian kami selama 22 tahun mengikuti Abuya Ashaari dan perjuangannya (lihat buku Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhamamd At Tamimi, Pemimpin Paling Ajaib di Zamannya yang disusun oleh Hatijah Aam, Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad At Tamimi: Diakah Mujaddid di kurun ini yang disusun oleh Dr.-Ing. Abdurrahman Riesdam Effendi dan Abuya Syeikh Imam Ashaari Ashaari Muhammad At Tamimi Putera Bani Tamim yang disusun oleh Nizamuddin Ashaari) menuju kesimpulan bahwa Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhamamd At Tamimi adalah Mujaddid di kurun ini dan juga Putera Bani Tamim.
Sebagai Mujaddid dan Putera Bani Tamim yang mempunyai tugas besar untuk menyiapkan tapak kebangkitan Islam akhir zaman tentulah beliau orang yang sangat dekat dengan Allah dan layak untuk mendapat anugerah dari Allah untuk beryaqazah dengan Rasulullah SAW. Tentu saja kami tidak dapat memaksakan orang lain untuk menerima kesimpulan dari kajian kami ini dan kami sangat terbuka untuk menerima pandangan-pandangan yang berbeda tentang pribadi dan perjuangan Abuya Ashaari ini. Andainya anda memiliki hasil kajian yang bertentangan dengan hasil kajian kami, maka berlapang dadalah sesama kita karena kita mempunyai hujjah dan dalil masing-masing. Tidak perlulah kita berdebat, apalagi sampai sesat menyesatkan, marilah kita rapatkan ukhwah dan terus maju ke hadapan dalam membangunkan masyarakat ke arah iman dan taqwa.
4. Kesimpulan Yaqazah:
1. Masalah mimpi bertemu ataupun beryaqazah melihat Baginda s.a.w ini, samalah dengan permasalahan karamah, ma'unah, kasyaf, ilham yang benar, mimpi yang hak dan yang seumpamanya. Yang mana semuanya ITU adalah ANUGERAH dan REZEKI daripada Allah Ta'ala ke atas beberapa individu dengan hikmah yang Allah Ta'ala yang Lebih Lagi Maha Mengetahui akan sebabnya.
2. Mimpi bertemu ataupun beryaqazah melihat Baginda s.a.w ini juga merupakan satu perkara yang mubah dan mungkin saja terjadi, baik di zaman dahulu, zaman sekarang ataupun zaman yang akan datang. Dan ada mimpi yang perlu dita'abir (dihuraikan) dan ada pula yang tidak perlu dita'abir kerana mimpi itu jelas lagi terang.
3. Orang yang bertemu ataupun melihat Rasulullah s.a.w melalui mimpi, akan tetap bertemu secara sedar. Hadis ini secara umum memberikan peluang dan khabar gembira kepada setiap orang yang beriman bahawa mereka mempunyai peluang untuk bertemu dengan Rasulullah s.a.w di atas muka bumi ini (ketika hidupnya Rasulullah s.a.w ) ataupun di hari akhirat kelak.
4. Orang yang bermimpi dan yang beryaqazah itu mestilah juga seorang yang jujur lagi adil (artinya ialah Islam) dan tetap berpegang-teguh (percaya) dengan mimpinya itu lagi berpegang-teguh juga dengan ajaran-ajaran Islam, dan juga mestilah juga seorang yang waras dan berkeupayaan untuk menceritakan mimpi tersebut sebagaimana yang dialaminya.
5. Mimpi ini dan juga yaqazah adalah anugerah dan rezeki daripada Allah Ta'ala untuk menambahkan lagi kekuatan iman dan berjuang di jalan Allah Ta'ala dan juga merupakan peneguh dan penambah kemanisan iman. Kemanisan iman ini bukanlah satu perkara yang boleh dimungkiri sebagaimana manisnya orang yang merasai makanan yang manis ataupun yang bergula.
6. ”Jikalau seseorang berjumpa Nabi SAW (dalam mimpi atau jaga), Rasulullah SAW (member panduan dengan) menyuruh akan suatu perbuatan (sunat) melarang satu larangan, menegah atau menunjukkan suatu yang baik, maka tiada khilaf ulama bahwa adalah sunnat hukumnya mengamalkan perintah itu” (Kitab Al Qashaisul Kubra, Imam As Sayuti dalam Syarah Muslim oleh Imam Nawawi)
7. Apabila terdapatnya perselisihan pendapat mengenai hal ini di kalangan muslimin, maka hendaklah diselesaikan dengan cara yang baik seperti berbincang dan bermuzakarah, bukannya dengan melontarkan tuduhan bahawa lawannya itu adalah orang yang telah menjadi ahli bid'ah (mubtadi'e), kafir dan jauh sekali menjadi seorang yang musyrik !.
8. Masalah mimpi atau yaqazah seperti ini juga BUKANLAH MERUPAKAN USUL ATAUPUN RUKUN IMAN, yang menyebabkan boleh dikafirkan seseorang muslim!.
ALHAMDULILLAH
Kami sudah membentang persoalan yaqazah, bersama dalil hadis dan kitab-kitab yang ditulis oleh ulama-ulama besar Ahlus Sunnah Wal Jamaah beserta pandangan para ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Sendainya ada pihak yang rasa kurang senang dengan hujjah yang kami bawakan, kami memohon ampun maaf, tolong datangkan dalil anda. Seandainya dalil anda tepat, maka berlapang dadalah sesama kita kerana kita mempunyai hujjah dan dalil masing-masing. Tidak perlulah kita berdebat, apalagi sampai menuduh orang lain rusak aqidahnya karena meyakini berlakunya yaqazah pada gurunya. Marilah kita rapatkan ukhwah dan terus maju ke hadapan dalam membangunkan masyarakat ke arah iman dan taqwa.